Dampak COVID-19 pada Industri Besi Baja Global
COVID-19 benar-benar mengacaukan ekonomi dunia dan meninggalkan ketidakpastian selama berbulan-bulan terakhir ini tanpa persiapan. Wajar saja, sudah hampir seratus tahun lebih negara-negara di dunia tidak pernah berurusan dengan wabah semacam ini. Pandemi terakhir yang dihadapi oleh seluruh negara terjadi antara tahun 1918-1920, saat Flu Spanyol muncul di Afrika Barat & Prancis dan menyebar hampir ke seluruh dunia. Hampir semua industri mengalami dampak yang signifikan—secara negatif—tak terkecuali industri besi baja. Bagaimana kira-kira dampak COVID-19 pada industri besi baja global??
Pengurangan Produksi & Penutupan Pabrik
Dampak COVID-19 pada industri besi baja dunia benar-benar belum pernah dirasakan sebelumnya. MEPS melaporkan bahwa pabrik baja di semua negara terpaksa memotong produksi atau bahkan menutup pabrik, baik secara sukarela maupun diwajibkan oleh pemerintah mereka. Hal ini terkait dengan usaha pemerintah berbagai negara untuk mengontrol penyebaran virus SARS-n-CoV-2. Beberapa produsen memilih untuk menutup operasional dan memulangkan pekerja mereka. Keadaan ini mengakibatkan kecenderungan merosotnya permintaan baja secara global. Biasanya, jika permintaan pasar menurun, harga baja tentu akan otomatis mengalami penurunan. Namun, laporan yang dirilis MEPS International Steel Review menunjukkan bahwa banyak referensi harga baja di pasaran yang justru bertahan selama bulan Maret kemarin. Wah, apakah akan ada harapan untuk industri baja?
Dampak COVID-19 pada Industri Besi Baja Global
Amerika Serikat adalah salah satu negara yang menutup pabrik-pabrik bajanya. Mereka mengusulkan kepada pemerintah AS untuk memasukkan industri baja dalam ‘industri penting’. Meski ketersediaan baja berkurang di pasaran, namun terdapat beberapa pelemahan harga di AS bulan ini.
Sama halnya dengan Amerika Serikat, produksi baja di Eropa juga sedang dibatasai mengingat Eropa merupakan salah satu kawasan paling terdampak COVID-19. Hal ini juga sejalan dengan permasalahan pada kurang dan terlambatnya transportasi dan logistik di wilayah perbatasan. Truk-truk logistik menunggu untuk memasuki wilayah negara-negara tertentu hingga mengakibatkan antrian panjang. Kondisi ini menyebabkan terbatasnya pasokan baja ke banyak industri hilir yang membutuhkan di Uni Eropa. Secara tidak langsung, hal ini membantu harga baja untuk bertahan di pasaran, meski permintaan cenderung turun.
Beberapa produsen di Asia juga membatasi produksi baja mereka saat permintaan pasar menurun. Tentu saja hal ini dikarenakan dampak COVID-19 pada industri besi baja. Meski hasil produksi di sebagian besar negara berkurang, produksi besi baja di Cina justru berada dalam tahap bounce back atau kembali naik. Banyaknya supply yang ada di Cina membuat produsen-produsen baja Cina gencar mencari peluang ekspor untuk melepas kelebihan stok. Yah, melimpahnya stok besi baja tetap menjadi karakteristik utama di pasar Asia. Meski begitu, dampak COVID-19 pada industri besi baja di Asia terhitung tidak terlalu parah jika dibandingkan dengan yang ada di negara-negara Barat.
Dampak COVID-19 pada Industri Besi Indonesia
Di Indonesia sendiri, dampak COVID-19 pada industri besi baja nasional juga dirasakan. Industri besi baja merupakan dalah satu industri yang ditaksir terdampak berat karena industri-industri hilirnya juga mengalami nasib serupa. Meski kenyataannya menurut Silmy Karim, Direktur Utama Kratau Steel, permintaan baja nasional masih relatif stabil saat ini. Contohnya sektor konstruksi, masih berjalan dan membutuhkan produk besi baja seperti besi beton SNI dan wiremesh. Namun, keadaan ini perlu diantisipasi mengingat tidak stabilnya nilai tukar rupiah saat pandemi ini berlangsung. Harga besi baja di Indonesia kini cenderung naik dikarenakan industri besi baja nasional masih bergantung pada pasar global dan impor. Eits, jangan lupa juga, melimpahnya pasokan baja global bisa berakibat meningkatnya impor baja di Indonesia. Wah, semoga industri baja nasional tidak babak belur lagi ya!
Dengan begitu, operasional di pabrik, service center, perdagangan, dan konsumen di industri baja sama-sama mengalami perlambatan dan berhadapan dengan krisis yang berkembang secara global. Kondisi ini sendiri sulit untuk diperkirakan berapa lama akan bertahan, malah cenderung memburuk selama beberapa minggu atau bulan mendatang. MEPS berpendapat bahwa penurunan dalam iklim ekonomi, cepat atau lambat pasti akan memengaruhi industri baja. Akibatnya, penurunan harga diperkirakan tidak bisa dihindari dalam waktu dekat ini; di semua wilayah yang dipantau oleh MEPS.
Bagaimana menurut Perkasa Partner? Mari berdoa untuk yang terbaik!