Industri dalam Negeri Terjepit, AS Tawarkan RI Ekspor Baja

Ekspor Amerika

Sejak 2010 ekspor baja RI ke AS sudah terhenti dikarenakan tarif antidumping hal ini berkebalikan dengan yang sudah dikhawatirkan sebelumnya oleh Direktur Pemasaran PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Purwono Widodo. Menurut Purwono, Indonesia bisa mengambil peran pemasok baja ke AS menggantikan Cina. Sayangnya, saat ini Indonesia baru bisa memproduksi baja pada sisi hilir. Produk olahan seperti pipa baja dan asahan lainnya yang bisa masuk ke sana. “Itupun tidak bisa besar karena industri baja kita masih berfokus memenuhi kebutuhan domestik,” kata Purwono. Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (IISIA) Hidayat Triseputro menjelaskan, utilisasi kapasitas produksi industri besi baja nasional saat ini masih 50%. Artinya, masih ada ruang besar untuk dapat memproduksi hingga dua kali lipat. Adapun, pada 2017, permintaan baja domestik adalah 13,5 juta ton dan diprediksi naik menjadi 14,5 juta ton tahun ini.

Mengapa harus ekspor?

Indonesia juga masih banjir impor baja asal tiongkok belum surut, hal ini pula yang menyebabkan pasar baja domestik semakin terdesak.Berdasarkan data South East Asia Iron and Steel Institute (SEAISI) memperlihatkan, ekspor baja China ke Indonesia pada kuartal 1-2018 menguat 59% year on year (yoy) menjadi 250.783 metrik ton. Di periode yang sama, eksport baja tiongkok ke negara ASEAN lainnya justru menyusul. Mesti secara umum turun signifikan, impor baja Tiongkok di Indonesia justru melonjak. Ada dugaan, sebagian besar produk baja impor itu masuk Indonesia dengan cara unfair trade. Salah satunya dengan penyalahgunaan kategori pos tarif baja paduan.

Roy mengatakan, kenaikan volume impor baja paduan mengindikasikan masih ada praktek circumvention oleh eksportir Tiongkok. Selain itu, kebijakan pemerintah menghapus ketentuan pertimbangan teknis melalui Permendag 22/2018 dinilai berdampak pada industri baja dalam negeri. Sebab, saat ini semakin mudah mengimpor baja. Impor asal Tiongkok didominasi produk baja hot rolled coil, plate, cold rolled coil, section dan wire rod. Di produk section dan plate, ada penurunan volume impor baja paduan di negara ASEAN, kecuali Indonesia dan Malaysia. Dalam kasus Malaysia, negara jiran ini impor produk baja memang tinggi akibat produsen lokalnya berhenti beroperasi sejak Agustus 2016.

Ini berbeda dengan Indonesia, dimana banyak produsen baja lokal beroperasi. Roy pun menyoroti temuan puluhan ribu ton produk baja HRC murah yang beredar di wilayah Jawa Timur dan Banten. Berdasarkan label produk yang melekat pada coil diduga barang tersebut berasal asal tiongkok. Pada label tersebut juga tidak ditemukan adanya logo SNI maupun keterangan Nomor Registrasi Produk (NRP). Menurut Roy, hal ini menjadi indikasi baru, produk baja tanpa label SNI dan NRPM bisa bebas beredar dan luput dari pengawasan pihak berwenang. Ketua Umum Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) Mas Wigrantoro Roes Setiyadi mengemukakan, perlu penanganan yang menyeluruh untuk mengatasi banjirnya produk baja impor ke dalam negeri. Bila bergantung pada penerapan bea masuk, akan sia-sia. Karena tiga negara importir besar, yakni China, Jepang dan Korea Selatan memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia.

Baca juga: Prediksi Harga Besi 2024: Industri Konstruksi Wajib Tau!

Siapkah RI ekspor?

Saat ini, Indonesia mendapatkan tawaran dari United States Trade Representative (USTR) untuk mengisi kekurangan pasokan baja dan aluminium Amerika Serikat, yang sebelumnya diisi oleh impor dari China. Delegasi RI—yang dikomandoi oleh Kementerian Perdagangan—akan berangkatkan pada 21 Juli, guna memenuhi undangan USTR untuk membahas peninjauan ulang fasilitas generalized system of preferences (GSP) oleh AS. Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (IISIA) Hidayat Triseputro menyambut baik kabar tersebut dan menyatakan bahwa industri besi baja RI siap untuk memasok kedua komoditas tersebut kembali ke Negeri Paman Sam.

Bagikan sekarang