Turunnya Permintaan Baja: Dari Cina, AS, hingga Eropa
Jika Anda merasa bahwa pasar besi baja di Indonesia sedang mengalami perlambatan, kami juga sependapat. Sama halnya seperti India, kondisi pasar besi baja Indonesia juga sedang jalan di tempat. Jumlah permintaan besi baja memang relatif tinggi, sebanding dengan banyaknya proyek pembangunan yang akan dijalankan. Namun para pemilik proyek masih memilih untuk menunggu kestabilan situasi politik setelah pemilu dilangsungkan sebelum memulai proyek mereka. Sehingga di bulan ini pun, permintaan dan penawaran besi baja terkesan pasif.
Berbeda dengan kondisi India dan Indonesia, di beberapa kasawan seperti Cina, Amerika Serikat, dan Uni Eropa justru tampak benar-benar pasif. Pasar-pasar ini sedang menghadapi kondisi krusial yang sama: ketidakpastian memperlambat pemulihan bisnis. Usaha produsen-produsen untuk menaikkan harga demi memperbesar margin sepertinya tidak berakhir dengan baik. Pasalnya, permintaan di kawasan-kawasan ini justru tidak berbanding lurus.
Pengurangan Produksi di Cina
Di Cina contohnya, pemulihan harga HRC domestik sepertinya telah berakhir. Optimisme produsen baja untuk mengembalikan kerugian yang mereka alami November lalu saat harga HRC turun sebesar 14%, nyatanya hanya pulih setengahnya saja. Di akhir bulan Maret kemarin, anggota-anggota Asosiasi Besi Baja Cina memilih untuk mengurangi produksi mereka menjadi 1,9 juta ton per hari. Pengurangan ini berkaitan dengan memenuhi jumlah permintaan pasar besi baja yang dianggap “stabil” di pasaran. Hasilnya, stok di akhir Maret turun menjadi 11,6 juta ton dari 13,9 juta ton. Namun, pengurangan sebesar 2,3 juta ton ini terdiri dari tonase yang ditransfer ke dealer sebagai akibat dari beberapa dealer yang menimbun pasokan baja untuk mengantisipasi lonjakan permintaan dari sektor manufaktur. Mengingat di tanggal 1 April, pemerintah Cina memberikan pemotongan pajak untuk memicu naiknya permintaan. Meski begitu, para produsen baja pun sebenarnya tak tau kapan kebijakan ini akan benar-benar menaikkan permintaan.
Brexit dan Lambatnya Pasar Uni Eropa
Sedangkan di Uni Eropa, ekonomi yang rapuh dan ketidakpastian di sekitar Brexit mengakibatkan kondisi yang buruk terhadap harga-harga di pasar besi baja Uni Eropa. Anehnya, kekhawatiran atas resiko keluarnya Inggris dari Uni Eropa tanpa kesepakatan kedua belah pihak justru memicu tingginya pesanan baja. Para produsen mobil, fabrikator, dan produsen besar lainnya malah menimbun persediaan baja karena takut pengiriman baja akan tertunda di pelabuhan. Sayangnya resiko ini belum terjadi hingga kini dan tingkat permintaan akan turun karena pasokan yang mereka timbun. Pabrik-pabrik di daerah selatan bahkan putus asa hingga terpaksa memotong harga. Sedangkan di daerah utara, pembeli menunda pembelian dengan harapan bahwa penurunan harga akan menyebar ke pasar mereka.
AS: Harga Besi Tak Kunjung Membaik
Di Amerika Serikat, produsen-produsen masih frustasi dengan harga di kuartal ini. Di bulan Januari lalu, harga coil telah mencapai titik terendah dan produsen berharap bahwa akan terjadi pemulihan harga di kuartal pertama tahun ini. Namun sayangnya, kenaikan harga di kuartal pertama sepertinya hanyalah sebuah mitos dalam beberapa tahun terakhir ini. Yah, tampaknya produsen-produsen baja AS sepertinya tidak bisa mendapatkan baik tingkat operasi 80% maupun menaikkan harga mereka.