Permintaan Besi Baja di Indonesia Tetap Kendor
Industri besi baja di Indonesia masih kalah jauh jika dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara. Purwono Widodo, anggota komite eksekutif di Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia mengatakan tanpa adanya kekuatan pendorong yang kuat, permintaan baja Indonesia tetap terbatas pada rata-rata 12 juta ton per tahun, tertinggal dari rekan-rekannya di Asia Tenggara.
Perbandingan konsumsi baja di Asia Tenggara
Menurut data IISA, permintaan baja di Vietnam melonjak akibat konsumsi dari sektor konstruksi yang menjadi sekitar 22 juta ton per tahun. Sementara, industri otomatif di Thailand juga meningkat sebesar 19 juta ton per tahun. Sedangkan di Indonesia, pertumbuhan permintaan besi baja seiring dengan pertumbuhan PDP negara. Di Indonesia, industri otomotif dan galanggan kapal dapat mendukung permintaan domestik. Sektor konstruksi juga belum mengangkat konsumsi baja Indonesia secara signifikan, meskipun pemerintah telah mendorong proyek-proyek infrastruktur. Dengan pertumbuhan permintaan yang stabil, konsumsi baja Indonesia diperkirakan akan mencapai 59 kilogram per kapita dari konsumsi baja pada tahun 2019, naik sedikit dari 55 kg/kapita. Selama pemerintah dan pemain industri tidak dapat menentukan penggerak utama, konsumsi baja kita hanya akan tumbuh sebesar 5-7 persen. Angka ini tentu berbeda jauh dengan pertumbuhan di Vietnam.
Pertumbuhan Konsumsi Baja Domestik
Sementara permintaan tetap stagnan, produksi dalam negeri masih belum mampu mengisinya. Impor masih menyumbang sekitar 40 persen dari total konsumsi negara. Industri ini sekarang meningkatkan kapasitas domestik untuk memenuhi permintaan domestik. Menurut Kementerian Perindustrian, ada investasi investasi baru sebesar $3 miliar dalam pemrosesan logam tahun ini. Investasi ini berasal dari smelter yang ada yang memperluas kapasitas mereka dan dari pabrik baru. Mereka adalah PT Fajar Bhakti Nusantara, yang menginvestasikan US$350 juta untuk memperluas pabrik celup nikel di Gebe West Papua dan Virtue Dragon, sebuah perusahaan Cina, yang memperluas pabrik feronikel di Konawe, Sulawesi dengan investasi US$2,5 miliar.
Penjualan Baja Tercapai Jika Pemerintah Awasi Impor
Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (The Indonesian Iron and Steel Industry Association/IISIA) masih berharap pertumbuhan pada tahun ini sesuai dengan target yang ditetapkan. Pertumbuhan tersebut hanya bisa dicapai dengan kontrol impor yang akurat oleh pemerintah.
Direktur Eksekutif IISIA Hidayat Triseputro mengatakan hingga akhir kuartal I ini, asosiasi belum mendapatkan gambaran terkait permintaan karena masih memproses data-data dari pada produsen. Kendati demikian, asosiasi masih berharap industri baja masih bisa tumbuh sesuai prediksi, yaitu lebih dari 7%.
Sepanjang tahun lalu, permintaan baja domestik berada di kisaran 13,5 juta ton dan diperkirakan menembus 14,5 juta ton pada 2018. Utilitas kapasitas pabrikan baja dalam negeri hanya bisa optimal ketika impor terkontrol. Oleh karena itu, pemerintah diminta untuk mengendalikan impor sesuai kebutuhan.
Apalagi, saat ini kekhawatiran impor semakin besar muncul setelah pemerintah Amerika Serikat mengumumkan penerapan bea masuk impor baja sebesar 25%. Dengan kebijakan ini, pabrikan baja China dikhawatirkan akan memindahkan tujuan ekspor ke negara lain, termasuk ke Indonesia.