Mengulik Lebih Dalam Permintaan Baja Global
Di bulan April lalu, World Steel Association telah merilis perkiraan pertumbuhan permintaan baja di seluruh dunia untuk tahun 2019 dan 2020. Meski terdapat penurunan dan kenaikan dalam permintaan baja, namun angka 1,3% yang ditaksir sebagai kenaikan secara kumulatif adalah pertanda yang baik di saat kondisi ekonomi dunia sedang lesu. Beberapa pasar negara berkembang atau yang sering disebut sebagai emerging market, masih menunjukkan geliatnya dalam sektor konstruksi dan pembangunan infrastruktur. Sebaliknya, pasar-pasar di negara maju malah tampak stagnan dengan permintaan baja yang cenderung terjun bebas. Bagaimana keadaan masing-masing kawasan di dunia? Begini ulasannya mengenai permintaan baja global berdasarkan tiap kawasan.
Raksasa Baja: Cina dan Permintaan Baja Global
Efek gabungan dari penyeimbangan kembali ekonomi dan ketegangan perdagangan menyebabkan perlambatan investasi dan kinerja maufaktur di kawasan ini. Hal ini juga mengakitbakan perlambatan atas permintaan baja di Cina. Namun, kebijakan-kebijakan pemerintah Cina yang menstimulasi mampu meredam perlambatan ekonomi mereka di tahun 2018. Di tahun ini pun, pemerintah Cina berencana untuk meningkatkan stimulus yang diharapkan dapat memengaruhi naiknya permintaan baja. Sedangkan di tahun 2020, diperkirakan permintaan baja akan mengalami sedikit ‘kontraksi kecil’ karena efek dari stimulus tersebur diperkirakan akan mulai mereda.
Amerika Serikat Mengalami Stagnansi
Seperti yang disebutkan sebelumnya, Amerika Serikat justru mengalami penurunan dalam permintaan baja yang linier dalam mengurangi permintaan baja global. Di tahun 2017, permintaan baja di Amerika Serikat berhasil menembus angka 3,1%. Kemudian permintaan baja di tahun 2018 turun hingga mencapai 1,8%. Perlambatan ini diperkirakan terus berlangsung hingga tahun 2019 menjadi 0,3% dan 0,7% di tahun 2020. Apa boleh dikata, angka-angka ini menunjukkan kondisi perdagangan yang tidak baik.
Di tahun ini, pola pertumbuhan Amerika Serikat diperkirakan akan melambat yang diakibatkan oleh pudarnya efek stimulus fiskal dan normalisasi kebijakan moneter. Hasilnya, pertumbuhan di bidang konstruksi dan manufaktur diperkirakan akan tidak berkembang. Tidak hanya itu, investasi dalam eksplorasi minyak dan gas diperkirakan juga mengalami perlambatan.
Melambatnya Industri Otomotif di Uni Eropa
Meski pemerintah di negara-negara Uni Eropa telah berusaha memberikan langkah-langkah stimulus, namun saat efeknya mereda, industri otomotif di kawasan ini terlihat mengalami perlambatan tajam di tahun 2018 lalu. Selain itu, kondisi perdagangan yang memburuk serta ketidakpastian Brexit menambah persoalan di kawasan ini. Penurunan terbesar di tahun 2018 dialami oleh Turki (-9,0%) dan Inggris (-5,5%). Sehingga, pertumbuhan produksi kendaraan dunia melambat dari 4,9% di tahun 2017 menjadi 2,2% di tahun 2018.
Di tahun 2019, perlambatan permintaan baja global diperkirakan dipengaruhi oleh negara-negara Uni Eropa yang lebih tergantung pada ekspor. Sedangkan di tahun 2020, permintaan baja di kawasan ini diperkirakan akan meningkat, tapi tentu saja hal ini tergantung dari kondisi perdagangan dunia.
Jepang dan Korea: Moderate
Jepang mengalami pertumbuhan permintaan baja di tahun 2018 yang didukung oleh kondisi investasi yang menguntungkan, perkembangan sektor konstruksi, serta dorongan untuk peningkatan aktivitas konsumsi sebelum kenaikan pajak konsumsi. Namun di tahun 2019 dan 2020, permintaan baja kemungkinan akan mengalami penurunan karena sektor konstruksi akan mengalami stagnansi dan perlambatan ekspor.
Sementara di Korea, permintaan baja telah mengalami perlambatan sejak tahun 2017 karena berkurangnya permintaan dari dua sektor baja yang paling utama, yaitu pembuatan kapal dan industri otomotif. Penurunan permintaan ini diperkirakan akan terus turun di tahun 2019 karena kondisi ekspor yang memburuk dan pasar real estat yang mendekati sumbu negatif. Namun di tahun 2020, pemulihan kondisi diharapkan bisa terjadi.
Pasar Asia Masih Menggeliat
Permintaan baja di pasar negara berkembang (emerging market), tidak termasuk Cina, diperkirakan akan mengalami peningkatan sebesar 2,9% di tahun 2019 dan 4,6% di tahun 2020. Sementara permintaan baja di negara-negara berkembang di kawasan Asia, tentunya tidak termasuk Cina, diperkirakan tumbuh sebesar 6,5% dan 6,4% masing-masing di tahun 2019 dan 2020. Di ASEAN sendiri, pembangunan infrastruktur yang sedang gencar turut mendukung tingginya permintaan baja. Akibatnya, kawasan ini menjadi wilayah dengan pertumbuhan tercepat di industri baja global dan memberikan kontribusi terbesar pada kenaikan permintaan baja global. Kabar baik bagi kita, bukan?
Di India sendiri, setelah guncangan demonetisasi berhasil diatasi dan Pajak Barang & Jasa (GST) telah diimplementasikan, ekonomi India diharapkan mencapai pertumbuhan yang lebih cepat dimulai dari pertengahan tahun 2019 setelah pemilu berlangsung. Meski defisit fiskal mungkin akan membebani investasi publik, namun perkembangan proyek infrastruktur yang berkelanjutan kemungkinan akan memberikan dampak pertumbuhan permintaan baja di atas 7% di tahun 2019 dan 2020. Wow!
Timur Tengah dan Afrika Utara (MENA) Masih Optimis
Upaya diversifikasi ekonomi di Dewan Kerjasama Negara Teluk Arab (GCC) terus berlanjut sebagai reaksi terhadap kondisi harga minyak yang rendah. Namun, konsolidasi fiskal masih menekan kegiatan konstruksi. Permintaan baja di kawasan ini diperkirakan masih akan mengalami kontraksi di tahun 2019, dan sedikit pemulihan di tahun 2020. Sama halnya dengan permintaan baja di Iran yang mengalami perlambatan karena AS kembali memberlakukan sanksi yang menyebabkan kemerosotan ekonomi.
Sedangkan di Afrika Utara, kondisinya masih lebih baik. Mesir berhasil memulihkan kekuatannya setelah reformasi struktural di tahun 2017. Investasi dalam sektor energi dan pemulihan di pasar real estate diperkirakan akan mendorong permintaan baja di Mesir. Ekonomi di negara-negara Afrika Utara juga menunjukkan adanya permintaan baja yang kuat dan disokong oleh kegiatan investasi yang kuat pula.
Turki dan CIS: Naik dan Turun
Meningkatnya harga minyak di Rusia berimbas pada tumbuhnya permintaan baja di kawasan ini. Pertumbuhan ini diperkirakan akan terus berlanjut meski akan terkendala oleh masalah struktural. Sedangkan di Turki, krisis terhadap Lira Turki yang terjadi di Agustus 2018 menyebabkan kontraksi permintaan baja. Kondisi ini diperkirakan akan berlanjut hingga 2019 dan diharapkan dapat stabil di tahun 2020.
Amerika Latin Mengalami Ketidakpastian
Di kawasan ini, pemulihan terhadap permintaan baja ditaksir akan terus berlanjut meski ada ketidakpastian pada internal dan eksternal. Di Brazil contohnya, pemulihan yang berada di tahun ketiga ini akan menyasar sektor konstruksi dan mengalami peningkatan. Sebaliknya di Meksiko, permintaan baja justru mengalami stagnansi. Hal ini disebabkan oleh investasi pertambangan yang lemah, kendala anggaran fiskal, ketidakpastian kebijakan, dan ekonomi Amerika Serikat yang melambat. Sedangkan, situasi politik Venezuela dan dampaknya terhadap kawasan Amerika Latin masih belum bisa dijelaskan.
Jadi, apakah Anda optimis atau pesimis dengan industri besi baja dunia untuk dua tahun ke depan?