Indonesia Mulai Menata Kebijakan Terkait dengan Produk Besi Baja Import

Produk Besi Baja Import

Dalam proses pembangunan, keberadaan industri besi dan baja memegang peranan vital. Karena besi dan baja merupakan material logam yang memegang peranan sangat penting dalam peradaban atau kehidupan manusia. Besi dan baja merupakan bahan utama industri manufaktur dan pembangunan infrastruktur serta hampir 95% lebih peralatan logam, yang digunakan manusia berasal dari bahan baku besi dan baja ini. Atas perannya yang sangat penting tersebut, maka keberadaan industri besi dan baja menjadi sangat strategis untuk memacu kemajuan dan kemakmuran suatu negara. Karena itu, sejalan dengan peningkatan pembangunan sektor industri dan makin intensifnya pembangunan; infrastruktur, listrik, peralatan pabrik, transportasi, pertahanan, peralatan rumah tangga, perumahan dan perangkat telekomunikasi di Indonesia. kebutuhan akan produk besi dan baja nasional akan terus mengalami peningkatan yang signifikan.

1. Permasalahan industri besi di Indonesia

Pokok permasalahannya adalah bagaimana dengan kondisi industri besi dan baja nasional di Indonesia. Masalah utama yang dihadapi sektor tersebut adalah angka impor yang tinggi untuk bahan baku. Kendala lain yang dihadapi industri baja nasional adalah ketergantungan terhadap bahan baku dan komponen impor yang masih tinggi. Sedangkan, masalah internalnya adalah belum pemanfaatan pasar dalam negeri yang belum optimal khususnya bagaimana struktur dan kinerja industri besi dan baja Indonesia. Apakah memiliki struktur industri yang kokoh dan memiliki kinerja produktivitas serta daya saing yang kuat dan sekokoh namanya.

Nampaknya, dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini, kondisi struktur dan kinerja industri besi dan baja masih memprihatinkan. Karena belum menunjukkan kinerja produktivitas dan daya saing yang membanggakan. Dalam percaturan bisnis perbajaan global, kinerja daya saing produksi baja Indonesia menempati peringkat 37 dengan indeks konsumsi yang tergolong relatif rendah yaitu hanya sekitar 33 kg per kapita per tahun sumber daya alam (SDA) yang bisa menjadi andalan, namun pemanfaatannya masih kurang optimal dan potensinya lebih besar dikuasai perusahaan asing.

2. Rendahnya konsumsi besi di Indonesia dibandingkan negara ASEAN

Pada saat ini, pokok masalah yang lebih serius adalah konsumsi besi dan baja di Indonesia masih sangat rendah. Yakni hanya sekitar 33 kg perkapita, dan masih di bawah konsumsi negara-negara di Asia Tenggara. Selain itu, pada saat ini tingkat produksi besi dan baja nasional Indonesia juga belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan besi dan baja nasional. Misalkan, pada Tahun 2006, kebutuhan baja nasional untuk jenis crude steel, HRC, dan CRC,masing-masing sebesar; 5,42 juta ton, 3,33 juta ton, dan 1,44 juta ton. Sementara itu, produksinya baru hanya sebesar 3,46 juta ton (crude steel), 2,82 juta ton (HRC) serta 0,92 juta ton (CRC). Karena itu, Indonesia harus mengimpor produk besi dan baja dari luar negari terutama dari China dan India. Padahal produknya belum tentu sekualitas produk dari Krakatau Steel (KS) dan industri besi baja dalam negeri lainnya.

3. Dampak mudahnya import besi baja ke Indonesia

Dampak dari mudahnya impor bagi produk baja dari luar negeri masuk ke Indonesia, saat ini industri baja domestik Indonesia banyak yang bangkrut akibat kalah bersaing dengan produk serupa dari negara lain, khususnya China. Indikasi kebangkrutan pada tahun 2009 adalah ditandai dengan adanya PHK besar-besaran dari Industri besi dan baja di Indonesia serta telah ditutupnya sekitar 30% perusahaan baja di dalam negeri dalam kurun waktu kurang dari lima tahun terakhir ini.

Pada saat artikel ini ditulis, kondisi struktur industri KS sebagai salah satu industri besi-baja terbesar di Indonesia sedang mengalami masalah kerapuhan dan rentan terhadap kebangkrutan. Akibat masalah kekurangan modal. Artinya, berbagai permasalahan industri baja tersebut cukup fundamental. Sehingga harus segera ditangai secara lebih serius agar multiplier efek negatif dari keberadaan industri besi baja nasional tidak berkepanjangan.

4. Kebutuhan crude steel (baja kasar) nasional

Kementerian Perindustrian menyatakan kebutuhan crude steel (baja kasar) nasional saat ini sudah mencapai 13,5 juta ton, namun produksi industri baja dalam negeri masih sebanyak 8 juta ton per tahun. Tetapi Kemenperin terus memacu peningkatan kapasitas produksi industri baja nasional. Asosiasi Besi dan Baja Indonesia atau The Indonesian Iron and Steel Association (IISIA) memproyeksi pertumbuhan produksi baja akan membaik. Seiring dengan adanya kebijakan pemerintah tentang pengetatan impor baja dan penambahan pabrik baja baru. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), industri barang logam, bukan mesin dan peralatannya, mencatat pertumbuhan produksi paling tinggi di antara jenis industri lainnya. Yakni sebesar 10,86 persen pada kuartal II tahun 2017. Hidayat Triseputro, Direktur Eksekutif IISIA, mengatakan secara umum, kondisi industri baja Tanah Air mulai membaik karena disebabkan oleh beberapa faktor.“Faktor luar negeri itu harga baja [di Cina] sudah naik signifikan. Faktor di dalam negeri, regulasi dan kebijakan pemerintah terkait pengetatan impor baja itu ada efeknya. Hidayat menilai faktor-faktor tersebut membuat para konsumen baja mulai beralih ke produksi dalam negeri. Kalaupun terjadi penurunan harga baja kembali di Cina, dia memproyeksikan aliran baja impor tidak akan sebesar sebelumnya karena adanya regulasi dan kebijakan pemerintah tersebut.

“Pertumbuhan akhir tahun akan lebih baik dibandingkan 2016. Konsumsi baja juga akan naik dari 12,6 juta ton ke angka 13,6 juta ton per tahun,” katanya. Adanya pabrik baja baru, seperti PT Krakatau Osaka Steel (KOS) yang baru saja diresmikan juga diperkirakan akan meningkatkan produksi dan pasokan baja dalam negeri.KOS memproduksi baja tulangan, baja profil (siku dan kaki), baja C (channel) dan flat bar dengan kapasitas 500 ribu ton per tahun. Produk yang dihasilkan tersebut dijual untuk memenuhi pasar dalam negeri.

5. Peluang Indonesia untuk mengembangkan sektor industri besi

Berdasarkan fenomena di atas, sebenarnya merupakan peluang sekaligus tantangan bagi tumbuh dan berkembangnya industri besi dan baja nasional. Apa saja yang harus dilakukan, agar keberadaan industri besi baja nasional memiliki kemandirian. Serta kinerja produkivitas dan daya saing yang tangguh. Karena itu, diperlukan kebijakan pemerintah yang strategis. Untuk memberdayakan industri besi dan baja nasional. Termasuk perlindungan melalui peningkatan tarif impor, memperbaiki sejumlah iklim investasi untuk mendongkrak daya saing industri.  Pemberdayaan potensi sumber daya lokal terutama bijih besi dan sumber daya energi merupakan salah satu peluang strategis untuk membangun fundamental kemandirian dan daya saing industri baja nasional. Dengan adanya upaya dan kebijakan yang dilakukan diharapkan dapat melindungi industri besi dan baja agar tetap eksis dan berkembang.

SMSPerkasa, sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di industri ini, akan selalu berusaha untuk menyediakan kebutuhan sesuai dengan pasar dan persaingan yang semakin ketat. Bagi Anda yang memiliki kebutuhan besi, dapat menghubungi kami, sales representatif kami akan segera membantu Anda.

Bagikan sekarang