Ekspor Besi dan Baja Indonesia Melesat

Ekspor Besi dan Baja Melesat

Meski ekonomi Indonesia sedang penuh ketidakpastian akibat pandemi COVID-19, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mantap menyebut ekspor besi dan baja turut membantu ekonomi Indonesia yang sedang runyam.

Penurunan 6 Sektor Kontributor Utama PDB

Dilansir dari Media Indonesia, dampak dari COVID-19 terhadap ekonomi negara kepulauan ini memang tidak main-main. Hingga kuatal pertama 2020 kemarin, telah tampak penurunan kinerja dari enam sektor yang menjadi kontributor utama Produk Domestik Bruto (PDB). Padahal, keenam sektor ini memberikan kontribusi sebanyak 69% dari total PDB Indonesia. Sektor-sektor yang melambat tersebut antara lain adalah sektor perdagangan (2,1%) , pengolahan (1,6%), pertanian (0,0%), konstruksi (2,9%), pertambangan (0,4%), dan transportasi (1,3%).

Konsumsi dan Investasi Turut Melemah

Tidak hanya enam sektor di atas, konsumsi domestik dan investasi juga mengalami penurunan yang signifikan. Realisasi konsumsi domestik turun menjadi 2,7 % di kuartal pertama (Q1) 2020, jika dibandingkan dengan angka 5,3% di kuartal pertama (Q1) 2019. Begitu pula yang terjadi dengan realisasi investasi. Per kuartal pertama (Q1) 2020, realisasi investasi mengalami penurunan menjadi hanya 1,7% saja. Padahal, angkanya pernah mencapai 5,0% di kuartal pertama (Q1) 2019.

Sedangkan di kuartal kedua (Q2) tahun 2020, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) juga mencatat penurunan sebanyak 4,3% (y-o-y) dalam realisasi investasi. Per 22 Juli, selama periode April-Juni, realisasi investasi terjun bebas sebanyak 8,9% jika dibandingkan dengan besarnya investasi sebanyak Rp 210,7 triliun di kuartal pertama (Q1) tahun ini.

Realisasi investasi asing tercatat sebanyak Rp 96,7 triliun atau sebesar 50,9% dari total investasi di kuartal kedua (Q2) 2020. Sementara investasi dalam negeri tercatat sebanyak 49,1% atau sekitar Rp 94,3 triliun.

Meski begitu, Luhut menekankan bahwa ketidakpastian ekonomi ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja. Keadaan ini juga terjadi secara masif di seluruh dunia. “World Bank pun melohat ini baru pertama kali terjadi di dunia,” imbuhnya.

Ekspor Besi dan Baja Bantu Ekonomi Indonesia

Meski perlambatan ekonomi terus terjadi, Luhut mengatakan bahwa ekspor besi dan baja turut membantu mengokohkan ekonomi Indonesia. Sebagai contoh, ia membandingkan nilai penerimaan ekspor besi baja dengan nilai penerimaan ekspor otomotif.

Di tahun 2014, ekspor otomotif mampu mencatat angka $USD 5,2 miliar, sementara ekspor besi baja hanya di angka $USD 1,1 miliar pada periode yang sama. Pada tahun 2019, setelah membangun smelter, nilai pendapatan ekspor besi baja naik menjadi $USD 7,4 miliar. Sedangkan sektor otomotif menyumbang hanya $USD 8,1 miliar saja. Singkatnya, selama pandemi COVID-19, ekspor besi dan baja tumbuh lebih baik dibanding dengan ekspor otomotif.

“Dalam lima tahun, besi dan baja bisa mengejar ketertinggalan,” pungkasnya.

Dalam acara online bertajuk “Investasi di Tengah Pandemi”, Luhut mengatakan bahwa pemerintah telah menetapkan target untuk memperoleh sebanyak $USD 10 miliar dari ekspor besi dan baja tahun ini. Meski nilainya terbilang kecil, namun hal ini akan secara signifikan membantu kinerja ekspor Indonesia.

Kawasan Industri Morowali
Kawasan Industri Morowali

Ekspor Besi dan Baja Didominasi Produksi Smelter Morowali

Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan ekspor besi dan baja selama kuartal pertama (Q1) 2020 naik sebesar 35,04% menjadi sekitar $USD 4,5 miliar. Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) menyebutkan bahwa angka fantastis ini dihasilkan bukan dari industri baja hasil investasi lama. Namun lebih didominasi oleh ekspor produk baja karbon.

“Kenaikan ekspor di industri logam itu sebenarnya didorong oleh produksi nikel yang ada di Morowali. Jadi, gambarannya dari sana, bukan yang existing,” kata Wakil Ketua Umum IISIA Ismail Mandry dilansir dari bisnis.com, Rabu (15/7/2020)

Kawasan Industri Morowali dianggap telah berhasil melakukan hilirisasi terhadap bahan baku ore nikel menjadi stainless steel. Selain itu, kawasan ini juga mampu menyumbang nilai ekspor untuk produk hot-rolled coil ­dan cold-rolled coil ke Cina dan Amerika Serikat. Sebabnya, pabrik ini telah berhasik didapuk menjadi produsen stainless steel terbesar di dunia.

“Untuk smelter itu sudah tumbuh, pengembangan di hulu sudah selesai. Jadi mungkin hilirisasinya [yang sekarang harus dijalankan]. Kami [menargetkan industri nikel nasional bisa] memproduksi produk-produk hilir seperti baterai dan stainless steel sampai ke alat masak,” kata Bimo Pratomo, Kepala SubDirektorat Industri Logam Bukan Besi Kemenperin pada bisnis.com.

Nah, diam-diam cabe rawit ya sektor besi dan baja ini. Menurut Perkasa Partner bagaimana? Oh iya, sedang ada kebutuhan besi dan baja? Cek informasi harga dan stok di smsperkasa.com.

Bagikan sekarang